Perubahan nama
Perubahan nama
dari Birma menjadi Myanmar dilakukan oleh pemerintahan junta militer pada tanggal 18 Juni 1989. Junta militer
mengubah nama Birma menjadi Myanmar agar etnis non-Birma merasa menjadi bagian
dari negara. Walaupun begitu, perubahan nama ini tidak sepenuhnya diadopsi oleh
dunia internasional, terutama di negara-negara
persemakmuran Inggris.
Beberapa negara
Eropa seperti Inggris dan Irlandia yang tidak mengakui legitimasi kekuasaan
junta militer tetap menggunakan "Burma" untuk merujuk kepada negara
tersebut.
PBB, yang
mengakui hak negara untuk menentukan nama negaranya, menggunakan Myanmar,
begitu pula dengan Perancis dan Jerman. Di Jerman, kementerian luar negeri
menggunakan Myanmar, tetapi hampir seluruh media Jerman menggunakan
"Burma".
Pemerintah AS,
yang tidak mengakui legitimasi kekuasaan junta militer tetap menggunakan
"Burma" tetapi mayoritas media besar seperti The New York Times,
CNN dan Associated Press menggunakan Myanmar.
Pemerintah
junta juga mengubah nama Rangoon menjadi Yangon. Pada tanggal 7 November 2005, pemerintah
membangun ibu kota baru, bernama Naypyidaw.
Perubahan lagu kebangsaan dan bendera
Gelombang protes 1988
Bagian ini membutuhkan pengembangan
|
Meski terkenal
akan pelanggaran HAM, Myanmar justru memiliki sejarah protes massa yang
panjang. Ketika Indonesia bungkam dengan gerakan bawah tanah di era Soeharto,
gelombang protes Myanmar justru menguat sejak dimulainya masa pemerintahan militer
Jenderal Ne Win. Tahun 1988, gelombang protes massa Myanmar ini melibatkan
pelajar, pejabat sipil, pekerja hingga para biksu Budha. Protes hadir saat Ne
Win menggunakan tentara bersenjata demi kudeta militer.
Sejak awal
massa Myanmar memang telah menginginkan berakhirnya junta militer ini. . The
State Peace and Development Council's (SPDC's) Myanmar mengajukan tuntutan yang
populer untuk mereformasi pemerintahan menjadi neo-liberal. Tuntutan reformasi
ini terutama berlaku untuk ekonomi, termasuk saat bulan lalu pemerintah Myanmar
menarik subsidi BBM.
Protes massa
Myanmar memang tak segaduh Amerika yang liberal. Dimana-mana rezim militer
masih memegang kendali sosial. Asia Times mencatat, gerakan protes umumnya
mulai dalam jumlah kecil dan tersebar. Beberapa bulan terkahir ini misalnya,
protes kecil dan damai terus berkelanjutan di ibukota Yangon.
Namun kemarahan
publik ini bisa berubah menjadi efek bola salju dan menjadi gerakan massa
besar-besaran. Salah satunya yang terjadi di Pakkoku. Setelah bola salju ini
pecah, maka perlahan akan kembali menggumpal. Beberapa hari setelah kejadian
Pakkoku, 500 biksu kembali berbaris damai di Yangon, Myanmar. Layaknya biksu,
New York Times mencatat gerakan ini malah berdoa untuk kedamaian dan
keselamatan setelah peristiwa Pakkoku.
Gerakan dalam
protes bukan hanya terjadi dari satu pihak saja. Pemerintah Myanmar juga
menyikapinya dengan Union Solidarity and Development Association (USDA). USDA
tercatat kerap bergabung dalam gelombang protes ini. Organisasi propemerintah
ini tercatat bahkan ikut terlibat dalam upaya pembunuhan Suu Kyi pada tahun
2003. Meski gagal, aksi tersebut memakan korban simpatisan National League for
Democracy (NLD) sebagai gantinya.
“Anggota
kelompok ini (USDA) dilatih khusus untuk mengontrol massa dan mengubah protes
menjadi aksi kekerasan,” kata seorang Diplomat barat di Yangon pada Asia Times.
Dunia Barat mencurigai gerakan ini berada dalam sayap yang sama dengan
intelejen Myanmar. Apalagi, setiap aksi protes yang terjadi sangat sulit untuk diliput
oleh para jurnalis, termasuk jurnalis internasional. Rekrut anggota juga
dicurigai berasal dari para kriminal. Seiring bertambahnya anggota USDA,
sekurangnya 600 kriminal juga dilepaskan dari Penjara Yangon. Hingga kini
anggota USDA diperkirakan mencapai 2000 orang.
USDA berfungsi
menyaingi kelompok pelajar dan biksu Buddha yang vokal dalam aksi protes.
Apalagi secara khusus aktivis Myanmar telah memiliki organisasi protes massanya
sendiri. Organisasi 88 Generation Student ini didirikan oleh penyair internasional
asal Myanmar Ming Ko Naing dan Ko Ko Gyi. Keduanya mendirikan organisasi ini
setelah dibebaskan dari 14 tahun penjara, dan cukup populer di mata masyarakat
Myanmar. Meski berlabel pelajar, Generation 88 kerap bekerjasama dengan para
pekerja, sipil hingga para biksu Buddha.
“Kami percaya
tak satupun warga Myanmar yang rela menerima aksi kekerasan politik junta
militer,” kata salah satu pemimpin Generation 88 Htay Kywe pada Asia Time. Dan
dalam setiap protes massa Myanmar hampir bisa dipastikan USDA dan Generasi 88(Generation
88) berperan didalamnya.
Gelombang protes 2007
Bagian ini membutuhkan pengembangan
|
Protes dimotori
oleh para biksu budha di
Myanmar. Pada awalnya para biksu menolak sumbangan makanan dari para jendral
penguasa dan keluarganya, penolakan ini menjadi simbol bahwa para biksu tidak
lagi mau merestui kelakuan para penguasa militer Myanmar. Aksi demo juga dipicu
oleh naiknya harga BBM beberapa ratus persen akibat dicabutnya subsidi. Demo
melibatkan ribuan bikshu kemudian meletus diberbagai kota di Myanmar, para
warga sipil akhirnya juga banyak yang mengikuti. Pemerintah Junta Militer
melakukan aksi kekerasan dalam membubarkan demo-demo besar ini, Pagoda-pagoda
disegel, para demonstran ditahan, dan senjata digunakan untuk membubarkan
massa. Banyak biksu ditahan, beberapa diyakini disiksa dan meninggal dunia.
Sepanjang Gelombang protes terjadi belasan orang diyakini menjadi korban,
termasuk seorang reporter berkebangsaan Jepang, Kenji Nagai, yang ditembak oleh
tentara dari jarak dekat saat meliput demonstrasi. Kematian warga Jepang ini
memicu protes Jepang pada Myanmar dan mengakibatkan dicabutnya beberapa bantuan
Jepang kepada Myanmar.
Akar permasalahan gelombang protes
Etnis Birma,
berasal dari Tibet, merupakan
etnis mayoritas di Myanmar. Namun, etnis Birma adalah kelompok yang datang
belakangan di Myanmar, yang sudah lebih dahulu didiami etnis Shan (Siam dalam
bahasa Thai). Etnis Shan pada umumnya menghuni wilayah di sepanjang perbatasan
Thailand-Myanmar. Sebelum etnis Birma datang, selain etnis Shan, sudah ada
etnis Mon, yang menghuni wilayah selatan, juga dekat perbatasan dengan
Thailand.
Sebagaimana
terjadi di banyak negara, di antara tiga etnis utama di Myanmar ini terjadi
perang. Satu sama lain silih berganti menjadi penguasa di daerah yang dinamakan
Birma, kini Myanmar. Inilah yang terjadi, perebutan kekuasaan, sebelum
kedatangan Inggris pada tahun 1885.
Ada juga etnis
lain di Myanmar, yang kemudian turut meramaikan ketegangan politik sebelum
penjajahan dan pasca-penjajahan Inggris. Misalnya, ada etnis
Rakhine, lebih dekat
ke Bangladesh.
Saat
penjajahan, berbagai kelompok etnis ini berjuang untuk mengakhiri penjajahan.
Setelah penjajahan berakhir dan merdeka pada tanggal 4 Januari 1948, makin terjadi
kontak lebih ramah antara etnis Birma dan semua etnis non-Birma.
Birmaisasi
Aung San, ayah
dari Aung San Suu Kyi, bersama U Nu adalah tokoh utama di balik kemerdekaan dan
menjadi pemimpin negara. Akan tetapi, pada tahun 1962, militer yang didominasi
etnis Birma mengambil alih kekuasaan negara. Ne Win adalah otak di balik kudeta
itu.
Cikal bakal
junta militer sekarang (disebut sebagai Dewan Negara untuk Perdamaian dan
Pembangunan / SPDC) berasal dari kekuasaan Ne Win itu. SPDC sendiri didominasi
oleh etnis Birma. Konfigurasi kekuasaan hak pun menjadi tidak berimbang antara
etnis Birma yang mendominasi dan etnis non-Birma yang merasa ditindas. Sehingga
muncullah perlawanan dari beberapa etnis non-Birma, termasuk etnis Karen, yang
mendominasi wilayah pegunungan di utara, yang dikenal sebagai golden
triangle (segitiga emas).
Birma memilih
cara apa pun untuk mencegah hal itu terjadi. Sejak 1960-an, terjadilah diaspora
warga Myanmar. Berbagai warga Myanmar dari kelompok etnis kini tinggal di
Thailand, Bangladesh, Cina, Laos, dan India. Semua negara ini berbatasan
langsung dengan Myanmar.
Kemenangan kubu
demonstrasi, pimpinan Aung San Suu Kyi pada Pemilu tahun 1990, tak dikehendaki
oleh kelompok etnis Birma. Kubu Suu Kyi dan dan etnis non-Birma lainnya
merupakan ancaman bagi supremasi etnis Birma. Kemenangan Suu Kyi pun dihadang.
Kekuasaan direbut. Beginilah yang terjadi seterusnya dan seterusnya.
Pembagian administratif
14 negara
bagian dan divisi Myanmar.
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pembagian administratif
Myanmar
Myanmar dibagi
menjadi tujuh negara bagian (pyine) dan tujuh region, yang sebelum
Oktober 2010 disebut "divisi" (yin).[1] Region-region
sebagian besar dihuni oleh etnis Bamar, sementara negara bagian () sebagian
besar dihuni etnis-etnis minoritas tertentu. Setiap negara bagian dan region
kemudian dibagi lagi menjadi distrik-distrik.
sumber: Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar